Belum kelar dugaan pemalsuan data Unija milik Pemkab Sumenep ke Yayasan Arya Wiraraja, muncul persoalan baru terkait tukar guling tanah bekas percaton Desa Kebunagung, Sumenep sebagaimana UU No 5/2014 tentang Desa.
MataMaduraNews.com, SUMENEP – Kisruh seputar aset Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep, Madura masih belum memasuki babak akhir. Seperti diketahui, Unija berdiri di atas bekas Tanah Kas (Percaton) Desa Kebunagung Kecamatan Kota Sumenep. Dan kini, memasuki tahun ke-30 pasca berdirinya, status lahan universitas satu-satunya di Kabupaten Sumenep ini dipersoalkan.
Berdasar hukum, status lahan tersebut adalah hak pakai. Desa Kebunagung pun juga telah mendapat kompensasi berupa tukar guling. Anehnya, dokumen yang menyatakan adanya peristiwa tukar guling tersebut hingga saat ini belum diketahui rimbanya.
Menurut pengakuan Kepala Desa Kebunagung, Fajar Nur Alam, kepada Mata Madura, pihaknya bahkan baru tahu jika lahan kampus Unija tersebut merupakan bekas tanah percaton desanya. Hal itu diketahuinya saat beberapa pihak mempersoalkan masalah keabsahan yayasan yang menaungi Unija, hingga persoalan tersebut kemudian merembet pada banyak hal; seperti masalah aset, legalitas rektorat, hingga dugaan adanya upaya menjadikan Unija menjadi milik perorangan lantaran tidak ada penyerahan posisi pembina, yang secara tradisi dipegang oleh bupati yang tengah menjabat.
“Tidak ada informasi sebelumnya terutama dari pihak aparat desa, maupun kepala desa sebelum saya menjabat, bahwa lahan Unija itu adalah bekas tanah percaton desa kami,†ungkap pria yang menjabat Kades sejak 2007 ini, akhir April lalu.
Bahkan, Fajar juga mengatakan bahwa dirinya baru mengetahui jika tanah tukar guling yang dimaksud adalah lahan tanah yang ada di Desa Sendir, Kecamatan Lenteng, Sumenep. Itu pun ia hanya sekadar mengetahui saja jika lahan tersebut merupakan salah satu tanah percaton desanya, sementara selama ini tidak ada keterangan jika asal-muasalnya adalah tukar guling. “Tidak ada berkas atau dokumen yang menyatakan tukar guling tersebut. Cerita lisan juga tidak ada,†imbuhnya.
Tidak Produktif
Sesuai hasil pengukuran kadasteral yang tertera pada sertifikat lahan Unija, luas bekas tanah kas Desa Kebunagung tersebut 21.830 m2 yang berlokasi di Desa Patean, Kecamatan Kota Sumenep (sekarang secara administratif, Desa Patean sudah masuk pada Kecamatan Batuan). Dalam dokumen Yayasan Arya Wiraraja, juga tercatat bahwa pada tahun 1988, di atas tanah ini gedung pertama Unija dibangun. (Foto Sertifikat Tanah Yayasan Universitas Wiraraja, lihat di Tabloid Mata Madura Edisi Perdana / 11 Mei 2016)
Namun meski sudah dibangun sejak tahun itu, sertifikat tanah Unija sendiri baru terbit pada tahun 1999. Dalam sertifikat tersebut tertera bahwa status tanah merupakan hak pakai yang berakhir pada tahun 2024. “Setelah itu bisa diperpanjang lagi,†kata Ketua Yayasan Arya Wiraraja, H. Kurniadi Widjaja.
Area pertanahan Desa Patean merupakan area tanah yang produktif. Di sekitar jalan utama Sumenep-Pamekasan, khususnya di Desa Patean memang sejak dahulu hingga kini merupakan lahan tani yang biasa ditanami padi. Kenyataan ini rupanya disadari betul oleh Desa Kebunagung. Apalagi dalam kasus tukar guling, seharusnya nilai tanah ganti seimbang. “Bahkan tidak hanya seimbang dalam hal produktivitas, namun juga semestinya lebih luas,†kata Fajar Nur Alam.
Fajar mengacu pada UU Nomor 5 tahun 2014, tentang desa. Di dalam undang-undang tersebut memang disebutkan mengenai masalah tukar guling. Intinya, tukar guling harus menguntungkan bagi desa pemilik tanah asal yang ditukar tersebut. Sementara mengenai tanah ganti yang didapat Kebunagung, yaitu Desa Sendir yang disebut sebelumnya, menurut Fajar bukan tanah yang produktif. Sehingga meski lebih luas, tidak ada hasil yang bisa dituai oleh Desa Kebunagung.
“Ini jelas sangat merugikan masyarakat desa kami. Ini bisa membuat PA desa menjadi minim. Jadi tuntutan kami harus ada ganti yang sesuai undang-undang. Unija sudah banyak menikmati keuntungan di atas bekas tanah percaton kami,†kata Fajar. (R B M Farhan Muzammily)
Misteri Berkas dan Menunggu Respon Pemkab & Akan Gelar Aksi, selengkapnya baca di Tabloid Mata Madura Edisi Perdana / 11 Mei 2016!