Religi

Metamorfosis al-Ghazali; Dari Filsuf Menuju Sufi (8)

×

Metamorfosis al-Ghazali; Dari Filsuf Menuju Sufi (8)

Sebarkan artikel ini
Imam Al-Ghazali
ilustrasi

Oleh: Jazuli Muthar*

matamaduranews.com-Karya Misykat al-Anwar, seakan memberi gambaran bahwa sejatinya  al-Ghazali ingin bertutur secara verbal kepada muridnya yang bertanya tentang hakikat Allah Swt, Tuhan pencipta langit dan bumi. Karena, objek bahasan yang akan dijelaskan menyangkut metafisika, akhirnya al-Ghazali mengutip sebuah ayat 35 surat al-Nur, yang berbunyi; Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti relung atau ceruk (misykat) yang di dalamnya ada sebuah lampu (mishbah), sedangkan lampu tersebut berada di dalam kaca (zujajah)……..dst

Misykat al-Anwar satu-satunya maha karya al-Ghazali yang fenomenal; paling radikal, filosofis dan esoteris, dibanding karya-karya apik lainnya, yang banyak dikaji oleh sejumlah cendekiawan muslim di lembaga pendidikan pesantren atau institusi Islam. Karya ini, memang  tidak sepopuler karya Ihya’ maupun karya al-Ghazali lainnya. Tapi, bagi para salik (pejalan) tingkat lanjut, karya Misykat al-Anwar seperti pembuka pintu utama sebelum tujuan akhir  salik dituju, yaitu mengenal Allah Swt (makrifatullah).

Bagi yang mengenal al-Ghazali lewat karya-karya lainnya, isi Misykat al-Anwar memberi kesan beda untuk menilai secara utuh siapa al-Ghazali. Dalam kitab ini, al-Ghazali dengan berani dan terang-terangan mengungkapkan apa yang tidak  dijelaskan dalam kitab-kitab lainnya. Dalam Misykat al-Anwar, al-Ghazali mempertegas tentang konsep wahdat al-wujud (satu wujud) atau seperti konsep Manunggaling Kawula Gusti, yang dipopulerkan oleh Syech Sitti Jenar, di masa Wali Songo. Atau konsep Ittihad yang dipopulerkan seorang Sufi abad ke 2 Hijriyah, Abu Yazid al-Busthami. Atau konsep “Akulah Kebenaran” (Ana Al-Haqq) dalam keadaan ekstase, dipopulerkan seorang Sufi Husain ibn Mansur al-Hallaj, di abad ke 9 Hijriyah.

Abu al-‘Ila ‘Afifi dalam penjelasannya di pengantar Tashdir  ‘Amm kitab Misykat al-Anwar, menggambarkan sikap final al-Ghazali tentang masalah-masalah yang dibahas dalam sejumlah karya sebelumnya. Seperti pembenaran secara tidak langsung, isi Misykat al-Anwar, sebuah penegasan; “tidak ada dalam wujud dibumi ini kecuali Allah Swt, karena wujud segala sesuatu selain Dia adalah pinjaman atau berasal dari Dia (Allah Swt).  Wujud pinjaman apa pun berada pada hukum atau sifat apa yang tiada (fi hukm al-ma’dum). Karena itu, alam pada hakikatnya tidak ada alias tidak memiliki wujud,” tulis  Abu al-‘Ila ‘Afifi,  “Tasdir ‘Amm,” dalam Abu Hamid al-Ghazali, Miskat al-Anwar, diedit dan diberi pengantar sendiri oleh Abu al-‘Ila ‘Afifi, Kairo; al-Dar al Qawmiyah, 1964, halaman 7.

Menafsirkan ungkapan “Allah adalah cahaya langit dan bumi,” al-Ghazali menegaskan bahwa Allah-lah satu-satunya yang bisa disebut cahaya, dalam arti sebenarnya. Cahaya-Nya tidak ada padanannya. Adapun cahaya-cahaya yang lain bisa disebut cahaya majazi (serupa tidak sama). Hanya Allah yang benar-benar ada, sedangkan keberadaan selain Allah adalah pinjaman, bukan wujud aslinya, tapi wujud karena yang lain.

Memang agak aneh bagi yang menilai al-Ghazali dari kitab selain Misykat al-Anwar. Pemahamannya dipastikan tidak utuh menilai sosok dan pemikiran al-Ghazali tentang tasawuf. Berbeda bagi yang sudah membaca atau mendalami isi kitab  Misykat al-Anwar. Penilaian tentang al-Ghazali seperti nyaris sempurna, meski ada rahasia yang  dimiliki al-Ghazali yang sengaja tidak dibeberkan dalam kitab-kitab lain. Seperti, mengapa al-Ghazali ketika menjelang wafatnya hanya minta ditemani oleh sang adik, Ahmad al-Ghazali, dan sebagainya.

Karya  Misykat al-Anwar bisa jadi yang terakhir  dan paling akhir dari karya al-Ghazali. Sejumlah pengamat, belum ada yang memastikan kapan kitab Misykat al-Anwar  dibuat. Setidaknya, sebagaimana pengakuan al-Ghazali  yang tertuang dalam isi pengantar kitab, penjelasan isi kitab hanya merupakan jawaban dari pertanyaan seorang murid terdekatnya. Dan penjelasan al-Ghazali terkait dengan ayat tentang cahaya (QS Al-Nur;35) dan hadits Nabi SAW tentang hijab manusia dengan Allah Swt.

Dan penjelasan sang Imam Al-Ghazali bukan untuk konsumsi umum. Berbeda dengan kitab Ihya’ atau kitab-kitab lainnya. Dan sebagaimana penjelasan sebelumnya, karya Misykat al-Anwar lahir setelah al-Ghazali keluar dari selebritas intelektual, memilih uzlah, kemudian keluar dari dunia uzlah, tampil kembali ke dunia intelektual dengan format beda dan kacamata sufistik filosofis.

Lewat karya ini, al-Ghazali telah merintis teori filsafat iluminasionis (filsafat cahaya) sebelum Syech Suhrawardi menelorkan teori Filsafat Isyraqiyyah. Sehingga, sangat dangkal kalau ada yang menilai al-Ghazali, menjadi salah satu penghambat ilmu filsafat  berkembang di dunia Islam.

Bersambung..

KPU Bangkalan