Catatan

PKH & Dana Desa di Masalembu; Kesejahteraan Rakyat Belum Membaik

×

PKH & Dana Desa di Masalembu; Kesejahteraan Rakyat Belum Membaik

Sebarkan artikel ini
PKH & Dana Desa di Masalembu; Kesejahteraan Rakyat Belum Membaik
A Juhaeri (kiri) dan. ilustrasi pembangunan yang menggunakan uang negara tak berumur panjang, berlokasi di Sumenep. (matamadura)

Catatan: A Juhaeri*

matamaduranews.com-Pemerintahan Republik Indonesia era Kepemimpinan Presdien Jokowi sebenarnya cukup menjanjikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya yang hidup di desa.

Hal ini dapat dilihat, misalnya, dari dicetusnya dua kebijakan ekonomi unggulan pemerintah, yaitu PKH (Program Keluarga Harapan) dan pemberian bantuan anggaran untuk yang dikenal dengan DD (Dana Desa).

Namun demikian, lahirnya dua kebijakan ekonomi ini juga tidak kunjung membuat kesejahteraan masyarakat desa lebih baik.

Berdasarkan investigasi kami di lapangan, gagalnya PKH dan DD di Pulau Masalembu, Sumenep lebih diakibatkan oleh pengelolaan anggaran atau program yang salah sasaran dan adanya indikasi praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

PKH misalnya, berdasarkan informasi yang kami dapatkan di lapangan bukanlah orang-orang yang layak mendapatakn bantuan dari program tersebut. Selain itu, ada dugaan tidak sesuainya data penerima antara yang tertera di berkas dengan fakta di lapangan.

Bahkan, informasi yang berkembang di masyarakat, terdapat penerima bantuan yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Persoalan lain adalah adanya warga yang sudah masuk dalam daftar penerima bantuan tetapi bantuan terlambat dengan berbagai macam alasan.

Investigasi yang kami lakukan juga menghasilkan temuan terburuk bahwa terdapat warga yang sebelumnya mendapatkan bantuan PKH. Tetapi namanya kemudian dicoret dari daftar penerima tanpa diberikan penjelasan apa pun.

Adapun terkait dengan pengelolaan DD lebih kompleks lagi. Adanya DD dengan nominal anggaran yang sangat besar hingga mencapai kurang lebih Rp 1 miliar untuk setiap desa per tahunnya ternyata juga belum mampu meninkatkan kesejahteraan masyarakat.

Padahal, dengan adanya DD ini, desa-desa di masa Pemerintahan Jokowi dapat dibilang kaya anggaran. Selain DD, sumber anggaran desa lainnya meliputi: PAD (Pendapatan Asli Desa), ADD (Alokasi Dana Desa) dan BKD (Bantuan Keuangan Desa) yang berasal dari kabupaten dan provinsi.

Hasil investigasi kami menunjukkan rata-rata APBDes di empat desa di wilayah Kecamatan Masalembu mencapai kurang lebih 1,5 M per tahunnya. Bahkan, salah satu desa di Kecamatan Masalembu, Desa Masalima, Kabupaten Sumenep, Madura, pada tahun 2017 sebagaimana dimuat pada Banner Info Grafik ABDes-nya menacapai 2,7 M lebih.

Sementara itu, BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) sebagai instrumen terciptanya kemandirian dan peningkatan ekonomi masyarakat belum juga terbentuk.

Kalau memang sudah ada BUMDes, maka pasti akan ada laporan keuangannya secara berkala pada warga dan kenyataannya tidak pernah ada.

Adanya BUMDes sangat penting bagi masa depan desa. Selain permberdayaan masyarakat, BUMDes juga diperlukan sebagai eksplorasi kekayaan alam lokal menjadi sumber PAD sehingga dapat meningkatkan kemandirian ekonomi dan nilai tawar desa.

Akibatnya, hingga kini tingkat kesejahteraan masyarakat desa di seluruh Kecamatan Masalembu belum membaik dan merata.

Kondisi perekonomian masih timpang, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terpuruk. Setiap menjelang musim kemarau dan musim angin barat atau penghujan, masyarakat masih dihantui ancaman kesulitan ekonomi.

Masyarakat nelayan dan petani sebagai penggerak utama perekonomian adalah dua kelompok sosial yang paling merasakan kondisi sulit tersebut.

Nelayan lebih parah lagi nasibnya. Selain belum membaiknya harga ikan, kehidupan kelompok sosial yang satu ini semakin dibuat menderita dengan adanya sub agen ciptaan pemilik APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar) yang menjual solar atas dasar kepentingan bisnis sepihak. Sehingga membuat masyarakat nelayan kehilangan haknya menikmati solar bersubsidi.

Belum lagi soal adanya praktek penangkapan ikan secara liar dengan menggunakan bius, bom ikan, dan cantrang atau pukat harimau yang semakin tidak terkendali.

Penderitaan rakyat pun semakin lengkap dengan terjadinya krisis listrik berkepanjangan. Sementara Manajemen Pengelola PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) sebagai satu-satunya pengelola layanan listrik publik terang-terangan memeras rakyat dengan penerapan tarif yang sangat mahal hingga mencapai ratusan ribu rupiah perbulan. Bahkan ada dikenakan biaya Rp 900 ribu lebih. Meskipun masa hidup listrik tidak kunjung normal.

Celakanya, ketika listrik dalam kondisi padam, pihak pengelola PLTD juga seringkali tidak memberikan potongan besaran tarif yang dikenakan ke pelanggan.

Namun demikian, meskipun rakyat telah menyampaikan keresahannya berkali-kali, sikap pemerintah justru sebaliknya. Keresahan rakyat dijawab dengan kebijakan diskriminatif.

Pada setiap kesempatan, pemerintah desa selalu mengatakan akan lebih mendahulukan kepentingan pendukungnya. Jawaban yang sangat kontraproduktif mengingat posisinya sebagai pejabat pemerintahan sebuah negara.

Celakanya, kebijakan seperti itu turut diperkuat oleh sikap wakil rakyat di DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) asal Kepulauan Masalembu yang seharusnya memberikan teladan politik yang baik, ideal, dan berpihak pada rakyat tanpa diskriminasi pendukung dan bukan pendukung.

Sebagaimana pemerintah desa, wakil rakyat asal Kepulauan Masalembu juga seringkali memberikan pernyataan kontraproduktif yang sama. Padahal, seperti apa pun mereka mencurangi proses kontestasi demokrasi, tetap saja mereka tidak bisa memastikan siapa yang benar-benar mendukung dan yang tidak.

Di sisi lain, keberadaan Pendamping Desa juga gagal mendorong pengelolaan anggaran negara yang masuk ke desa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Begitu pula dengan sikap pihak kecamatan yang seolah tidak mau tau akan kondisi masyarakat. Sungguh sebuah kondisi yang sangat kontradiktif jika mengingat besarnya anggaran negara yang masuk ke desa.

Lalu, kemanakah anggaran negara yang mencapai milyaran itu?

Menurut kami, satu-satunya kesimpulan sekaligus jawaban yang bisa kita berikan adalah tidak dapat ditolak bahwa telah terjadi praktek KKN secara terorganisir dalam kaitannya dengan pengelolaan anggaran negara yang masuk ke Kepulauan Masalembu.

Besarnya anggaran negara yang seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata justru hanya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu di lingkaran rezim pemerintah.

Hal ini terjadi dengan memanfaatkan lemahnya kerja pengawasan dari pihak-pihak yang berwenang, khususnya wakil rakyat di lembaga legislatif sebagai pihak yang berada paling puncak pengawasan dalam sistem tata negara kita.

*Koordinator Forum Komunikasi Masyarakat Kepulauan Masalembu (FKM-KM), Sumenep, Madura.

KPU Bangkalan

Respon (1)

  1. Jihairi.. abuh, engkok keremin no amin cong.. Samsul Sampang. No wa ko 085235896667

Komentar ditutup.

Tanah Kas Desa
Hankam

matamaduranews.com-WINANTO bertanya lokasi TKD ber-Letter C yang ramai…