matamaduranews.com–SUMENEP-Eksistensi Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, sebagai pusat perajin keris kini tak perlu lagi diragukan. Sebab, ada banyak fakta yang menunjukkan kabupaten ujung timur Pulau Madura ini pantas disebut demikian.
Lihat saja, UNESCO sudah mengakui Sumenep sebagai daerah pemilik perajin keris (Empu) terbanyak di dunia yang mencapai 640 (waktu itu, 524) orang dan mayoritas berada di Desa Aeng Tong-tong, Kecamatan Saronggi. Setelah pengakuan di tahun 2012 itu, Bupati Sumenep KH A. Busyro juga mendeklarasikan Sumenep sebagai ‘Kota Keris’ pada peringatan Hari Jadi Sumenep di akhir Oktober 2013.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Terbaru, Pemerintah Daerah kemudian menetapkan Desa Aeng Tong-tong sebagai ‘Desa Keris’ pertama pada bulan Maret 2018 lalu.
Namun, siapa sangka ada fakta lain yang lebih menarik dan jarang diketahui publik. Bahwa ternyata, Desa dengan perajin keris terbanyak di Asia Tenggara (UNESCO, 2012) tersebut memiliki sosok empu wanita dan termuda di dunia. Hal ini sebagaimana dikisahkan Kepala Desa Aeng Tong-tong, Taufiq Rahman, Jumat (21/09/2018) kemarin.
“Selain dikenal dengan perajin terbanyak se dunia yang ditetapkan UNESCO, di sini ada sosok empu wanita termuda di dunia,” tuturnya.
Empu yang langka ini, lanjut Taufiq, bernama Ika. Sudah sejak masih kecil, kata dia, Ika menekuni pembuatan keris.
“Bahkan, biaya kuliahnya pun hasil dari usaha keris,” ungkap Kades yang mengaku akan diundang ke Belanda untuk mengenalkan sejarah keris itu.
Cerita Kades Taufiq pun dibenarkan empu muda bernama lengkap Ika Arista tersebut.
“Saya sudah lama menggeluti pekerjaan sebagai perajin keris,” akunya, Jumat (21/09/2018) kemarin.
Seingat Ika, sejak kelas 5 SD dia sudah bergelut dengan benda pusaka yang dikenal mistis tersebut. Sehingga, kini tidak terhitung lagi sudah berapa banyak hasil karyanya.
“Wah tidak tahu, Mas. Sudah berapa ya, tidak terhitung,” ungkap perempuan kelahiran 11 Mei 1990 itu.
Menjadi empu keris, bagi Ika adalah jalan hidupnya. Sehingga, meski sudah menyelesaikan pendidikan S1, ia tetap memilih menjadi perajin keris.
Terlebih, menjadi empu adalah warisan turun temurun. Ika yakin, tidak sembarang orang bisa menekuni pekerjaan tersebut.
“Pekerjaan membuat keris memang sudah menjadi kewajiban bagi saya pribadi, Mas. Sebab ini adalah warisan turun temurun,” tuturnya.
Satu sisi, Ika menjadi empu sebab lingkungan yang membentuknya. Faktor ini sangat kuat pengaruhnya sejak dini.
“Ayah dan kakek saya juga empu,” ungkapnya.
Tak heran, jika sedari kecil Ika memang dididim untuk menjadi pengganti, generasi penerus pelestarian budaya Sumenep itu.
Namun, faktor lainnya juga tak bisa disepelekan. Meski jelas berkat didikan dan pembentukan lingkungan, menjadi empu keris sudah jadi pekerjaan menyenangkan, yang tumbuh dari dalam jiwa sebagi dorongan.
“Saya senang bisa menjaga warisan turun-temurun ini,” pungkasnya.
Kirom, Mata Madura