Opini

Menyoal Posisi Gerakan Angkatan Muda Islam Indonesia

×

Menyoal Posisi Gerakan Angkatan Muda Islam Indonesia

Sebarkan artikel ini
HMI
Ilustrasi Menyoal Posisi Gerakan Angkatan Muda Islam Indonesia. (By Design A. Warits/Mata Madura)

Oleh: Ansori AMD*

Antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, tidak ada yang terpecah dan terpisah dari masa lalunya. Gerakan Islam hari ini tidak terlahir dengan ujug-ujug. Segera saya meyakini, jika sesuatu tidak mungkin terlahir secara kebetulan. Jika segala sesuatu terlahir secara kebetulan, Tuhan sudah pasti gulung tikar. Sama seperti ketika kita meyakini Islam sebagai kelanjutan dari agama yang disampaikan Ibrahim.

Karena tidak terlahir ujug-ujug, gerakan Islam hari ini bisa kita telaah dengan mendalami gerakan Islam yang menyejarah. Kenapa dan bagaimana bentuk gerakan Islam-katakanlah angkatan tua-dalam merespon masalah sosial.

Kita lihat dan urut dengan pandangan Yudi Latif (2012:145), Timur Tengah sebagai episentrum gerakan Islam bereaksi terhadap hegemoni Barat. Dunia muslim meresponnya dengan defensif, sambil lalu menyerukan kembali kepada gerakan Reformisme Islam.  Kembali kepada al-Quran dan Hadist sebagai jawaban atas rusaknya modernisme.

Ajaran pemurnian ini menolak semua yang bertentangan dengan al-Quran dan Hadist Rasulullah, serta tidak ada dan tidak pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan Wahabiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd.  Al-Wahhab, yang dalam beberapa catatan belakangan ini seperti di Wikipedia, gerakan ini tidak mau dikatakan sebagai gerakan Wahabi. Mereka lebih rela dikenal sebagai gerakan Salafi.

Karena tidak ada gerakan yang abadi. Yang terlahir sebagai bagian dari sejarah akan dituntut beradaptasi dan berevolusi menyesuaikan dengannya. Sejarah tentu tentang perubahan lewat proses dialektika.

Menghadapi Barat yang terus berkembang tidak mungkin dihadapi dengan cara yang sama. Membenci semua dari Barat tidaklah adil. Gerakan Islam muncul yang dalam hal ini dinamai gerakan Ottoman Muda di Turki.  Gerakan ini mengambil hal-hal positif dari Barat seperti teknologi dan dipadukan dengan dalil normatif Islam. Tetapi, gerakan ini segera mendapat tanggapan di Mesir.  Gerakan di Mesir berupaya memadukan ide Reformisme Islam Wahabi dengan Modernisme Islam dari kalangan muslim terpelajar ini. Gerakan ini diilhami pemikiran Jamaluddin Afghani dan muridnya,  Muhammad Abduh dengan ucapannya yang kita sering dengar. Alislamu mahjubun bilmuslimin.

Gerakan pembaharuan Islam membentuk cara merespon dunia Barat. Memang secara umum masih bersifat defensif. Hegemoni Barat dengan kemajuannya tidak memungkinkan dunia Islam berkreasi dan menggagas ide-ide. Kalau pun iya, kreasi dunia Islam sebatas menanggapi hegemoni Barat terhadap dunia Islam. Nampaknya memang berbeda dengan kemajuan Islam di Andalusia dulu. Kemajuan di Andalusia mempengaruhi cara berpikir dunia Barat yang saat itu masih dalam era kegelapan. Bukti kreasi dunia Islam saat itu adalah berkembangnya filsafat Islam yang sama sekali lain dari filsafat Yunani. Soal gerakan pembaharuan Islam, sedikit-banyak mempengaruhi pemikiran umat Islam lainnya.

Di tanah air, kita mengenal gerakan Islam Modernis. Gerakan Islam ini terkristal dalam bentuk organisasi bernama Masyumi. Masyumi bersikap sebagai SI dalam kurun yang pertama dengan berupaya merealisasikan ajaran Islam dalam bernegara. Di samping juga menggarap bidang sosial. Memang, Masyumi dikenal sebagai gerakan sosialis. Sebelum akhirnya,  Gerakan ini mendapat halangan dari kalangan PKI dan menganggapnya sebagai golongan borjuis-kapitalis. Dan PKI mengubah posisi mereka sebagai organisasi populis.

Gerakan Islam berupa gerakan Masyumi sudah bubar. Gerakan Islam tentu mencari format baru. Sesudah peristiwa 1965 dan memasuki orde baru. Era ini tidak begitu ramah, banyak gerakan Islam yang dicurigai. Pemerintah mempersempit gerakan Islam saat itu.

Ketika melihat lintasan sejarah dari pra kemerdekaan sampai pasca kemerdekaan,  nyatanya umat Islam terpecah dalam dua gerakan. Karena pecah dalam dua gerakan,  masalah sosial tidak dipandang lagi sebagai rencana besar ke depannya. Pra kemerdekaan Syarikat Islam (SI) awalnya besar sebelum akhirnya jatuh dalam kubangan kekuasaan. Terpecahnya SI merah dan SI putih salah satu contoh gerakan dalam merespon kolonialisme Belanda.  Kuntowijoyo (2017:103) menyebut, gerakan Islam seperti SI saat itu terbagi menjadi dua; integrasionis dan isolasionis. Golongan integrasionis adalah golongan dengan masa besar. Sedangkan isolasionis adalah golongan kecil yang menginginkan SI terpisah dari perjuangan kebangsaan.

Angkatan muda gerakan Islam yang murni seperti Jong Islameten Bond (JIB) yang berdiri 1925 sampai terbentuknya Pergaboengan Perserikatan Pemoeda-Pemoeda Islam Indonesia dalam konferensi di Yogyakarta pada tahun 1940 tidak berbeda dengan angkatan tua. Seperti yang telah dicatat Kuntowijoyo, pasca kemerdekaan, gerakan mahasiswa Islam yang tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pelajar Islam Indonesia (PII) gerakan angkatan muda Islam ini bisa dikatakan sebagai gerakan Islam.  Memang, dalam beberapa hal HMI dikatakan sebagai organisasi yang terinspirasi dari gerakan Jong Islameten Bond yang sudah mati suri.

Gerakan Angkatan Muda Islam

Gerakan angkatan muda Islam sesudah kemerdekaan yang diilhami oleh pendahulunya menemukan bentuk aslinya.  HMI sebagai gerakan angkatan muda Islam memiliki ciri khas baru gerakan pemuda Islam Indonesia. Hal ini bisa dipahami dari ide Lafran Pane, gerakan HMI merupakan gerakan yang mengupayakan bagaimana Islam dan Indonesia tidak dipisahkan.

Orang Islam tidak merasa dirinya terpisah dan mengalami keterpecahan dari Indonesia.  Begitu juga, ketika meyakini Indonesia sebagai negaranya, ia tidak merasa kafir dan merasa tidak kaffah dalam berislam. Dengan misi keumatan dan kebangsaan. HMI lahir sebagai respon terhadap peristiwa yang dialami umat Islam dan bangsa. Lahir pasca kemerdekaan, HMI dijadikan sebagai wadah gerakan muda Islam untuk melawan kolonialis yang ingin menjajah kembali.  Masa-masa awal HMI memang perjuangan fisik. Yang kemudian segera berubah menjadi gerakan muda Islam yang fokusnya pada perkaderan.

Gerakan angkatan muda Islam pasca kemerdekaan, Islam tidak didominasi Islam.  Pelajar Islam Indonesia (PII)-yang dianggap sebagai adik kandung HMI-sebagai gerakan angkatan muda Islam ikut andil mewarnai sejarah. Hal ini bisa dilihat gerakan mereka yang menolak pembubaran HMI, yang hal ini bisa saja mengubah warna-warni gerakan muda Islam (untuk tidak dikatakan berlebihan). Tentu, penolakan terhadap pembubaran HMI tidak tunggal dilakukan oleh satu orang atau satu organisasi. Ada banyak elemen Islam menolak itu. Strategi Dahlan Ranuwiharjo bisa dikatakan sebagai strategi matang.

Selain dua organisasi ini, gerakan-gerakan pemuda islam seperti PMII, IPNU, IPPNU, dan IMM serta gerakan muda lainnya juga ikut andil mewarnai Islam di Indonesia. Di ujung Orde Baru kita kenal KAMMI yang tak kalah pentingnya dalam peristiwa bangsa. Gerakan angkatan muda Islam secara keseluruhan mengalami semangat menggebu-gebu di awal. Sebelum akhirnya, lesu setelahnya. Terlihat dari cara menghadapi peristiwa akhir-akhir ini. Anggota-anggota yang dulunya tergabung dalam organisasi tersebut terlihat pasif. Di sisi lain, memang mengembirakan, pemuda-pemuda Islam segera mengambil peran dalam peristiwa keummatan dan kebangsaan. Tetapi tak dipungkiri, tarik-ulur kepentingan dengan kekuasaan sudah seperti biasa. Memang dari awal, tak bisa dipastikan. Gerakan pemuda Islam lepas dari kepentingan.

Tarik-ulur kepentingan tentu bisa dibantah dengan bukti yang mendekati kepastian. Saya tidak menemukan kebaikan, jika terlalu berburuk sangka pada gerakan angkatan muda Islam. Kecuali, kita tak akan menemukan warna-warni gerakannya.
Sebuah catatan yang ditulis Bhima mengenai gerakan pemuda Islam di Asia Tenggara.  Dalam catatannya, gerakan mahasiswa Islam atau muda islam yang mengambil posisi berbeda dengan gerakan mahasiswa lainnya. Yang cukup menonjol di Thailand, seperti Thammasat Muslim Club dan Thai Muslim Student dengan gerakan-gerakannya yang cukup variatif. Dalam catatan Bhima yang menyoroti soal posisi gerakan muda Islam di negara ini yang tampak berbeda dengan gerakan muda Islam di Indonesia dalam segi-segi tertentu.

Diakui atau tidak, semua gerakan angkatan muda Islam di Indonesia polanya sama.  Kalau pun tidak mau, gerakan mereka tidak jauh dari pola patron-klien antara senior-junior. Gerakan angkatan muda Islam terjebak dalam pola seperti ini. Akibatnya,  gerakan terkesan tidak murni dari pribadinya yang berpikir independen dan bebas. Gerakan angkatan muda Islam tidak seperti yang dicita-citakan sebagai pendobrak kebekuan. Labelnya saja Islam. Gerakannya tidak mencerminkan. Gerakan angkatan muda Islam tidak sulit untuk dikatakan sebagai kepanjangan tangan “dari”.

Catatan Bhima terkait mahasiswa Islam di sana dikatakan sama dengan gerakan angkatan muda islam disini dalam beberapa hal seperti belajar bersama saat akan ujian. Tapi, sulit untuk mengatakan gerakan angkatan muda Islam di sini sama dengan gerakan muda (mahasiswa) Islam di sana.

Mengambil posisi tepat untuk gerakan jelas merupakan ikhtiar mencari bentuk. Bukan berarti ingin membeda-bedakan dengan gerakan Islam angkatan tuanya. Paling tidak,  gerakan angkatan muda Islam di Indonesia mempunyai ciri khas. Memang, seharusnya mempunyai ciri khas. Di samping juga mempunyai konsep yang jelas sesuai visi-misi gerakan organisasinya. HMI misalnya, secara normatif mempunyai ciri independensi etis dan organisatoris dengan watak cenderung kepada kebenaran, bebas terbuka dan merdeka, obyektif rasional dan kritis, progresif dinamis, demokratis, jujur dan adil (2013:116). Watak ini memang semestinya dimiliki kader-kader HMI.

Watak kader HMI tersebut, mudah dikatakan sebagai modal untuk membangun bangsa.  Gerakan angkatan muda Islam seperti HMI bisa menerjemahkan tujuan organisasi dan buku saku ke dalam bentuk praktis sesuai dengan kondisi dan tuntutan zamannya.  Begitu juga gerakan angkatan muda Islam lainnya. Variasi gerakan cukup mudah dikatakan sebagai warna-warni pikiran dan peran angkatan muda Islam di Indonesia.

Saran yang ditulis Kuntowijoyo seperti berikut ini masih normatif dan menanggapi gerakan Islam secara umum tanpa membedakan angkatan tua dan muda. Saya gunakan sebagai pijakan dalam mengambil peran. Menurutnya, pertama, buang war time mentality atau selalu terancam. Kedua,  integrasi gerakan Islam dengan masalah Nasional. Ketiga, pendekatan sistemik-dengan melihat kenyataan yang timpang. Keempat, perlunya gerakan Islam integral. Kelima, mesti diadakan pendekatan gerakan Islam di kota dengan di desa.

Angkatan muda Islam mesti membuat pola sendiri. Cara berpikir independen dan bebas selayaknya digunakan. Mengambil posisi agar tidak terjebak pola gerakan yang semu.  Mengambil peran untuk menerjemahkan ide yang mengendap. Mengutip ungkapan filsuf Yunani: saatnya, yang muda mengambil peran. Bukankah hidup yang tidak diuji sejarah tidak layak diperjuangkan?

*Eks Kabid KPP HMI Cabang Pamekasan Komisariat STAIN Pamekasan dan Eks Kabid PA HIMA Prodi PBA dan Anggota Klub Kajian Islam

KPU Bangkalan