CatatanNasionalPolitik

Paslon AMIN dan Tsunami Politik

×

Paslon AMIN dan Tsunami Politik

Sebarkan artikel ini

Paslon AMIN (Anies-Imin) selalu paling buncit di berbagai lembaga survei. Tapi setiap acara AMIN digelar, penuh lautan manusia.

Paslon AMIN
Pasangan Calon AMIN (Anies-Imin) di Pilpres 2024

matamaduranews.com -Setiap ditanya urutan survei paling buncit. Capres Anies selalu membandingkan survei dengan hasil Pilkada DKI Jakarta.

Fenomena Paslon AMIN yang berbeda antara fakta dan hasil survei menjadi daya tarik untuk diulas.

Taufik Lamade, wartawan senior menulis fenomena anomali Paslon AMIN (Anies-Imin) itu dalam  dinamika gelaran Pilkada di Indonesia.

Berikut tulisan lengkapnya yang dimuat situs hariandisway.id:

Survei Anies dan Tsunami Politik
Oleh: Taufik Lamade

ACARA jalan bareng Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar selalu penuh dengan lautan manusia. Namun, mengapa surveinya selalu nomor tiga.

Fenomena membeludaknya acara Anies tak hanya di luar Jawa seperti Makassar  yang dianggap basisnya. Acara di Jawa seperti Malang, Sidoarjo, Magelang, dan Depok juga banjir massa.

Istilah Jusuf Kalla, di Makassar tak ada yang diangkut bus. Artinya, itu bukan pengerahan massa.

Saat acara jalan bareng di Sidoarjo pertengahan Oktober, yang diklaim Muhaimin dihadiri 1,2  juta peserta,  juga tak banyak bus. Parkir motor penuh di mana-mana yang berjarak paling dekat 2 kilometer dari panggung.

Di Medan juga meledak pesertanya. Semua acara Amin (Anies-Muhaimin) yang membeludak itu tetap tak berbanding lurus dengan hasil sejumlah lembaga survei.

Awal minggu ini, tiga lembaga survei (Indo Barometer, Poltracking Indonesia, dan Indikator Politik) mengumumkan hasil survei hampir bersamaan. Ketiganya mengeluarkan hasil yang sama.

Prabowo-Gibran urutan pertama. Ganjar-Mahfud kedua. Anies-Muhaimin paling buncit.

Suara Anies di tiga survei itu maju mundur di angka 20 persen.

Saya pun mengontak M. Qodari, peneliti yang mendirikan Indo Barometer. Mengapa Anies berkisar 20 persen. Padahal, massa yang datang di acaranya selalu membeludak?

”Jadi, struktur suara di pilpres bukan ditentukan oleh tiga calon yang ada.  Hasil ini ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap Jokowi. Yang puas dan tak puas terhadap Jokowi,” jelas Qodari.

Anies, karena berposisi ”perubahan”, kolam suaranya yang tidak puas. Kubu Prabowo dan kubu Ganjar berada di kolam yang puas ke Jokowi.

“Ketika hasil yang puas ke Jokowi angka 75 hingga 80 persen, Anies kisaran 20 persen,” ujar Qodari. Dengan kata lain, fluktuasi ketidakpuasan terhadap Jokowi itulah yang mengalir ke kolam suara kubu Anies.

Kubu Anies tak terlihat panik. Seperti yang selalu dikatakan Anies, dirinya selalu dikalahkan dalam survei saat pilgub Jakarta. Namun, hasilnya berbeda dengan survei.

Di kalangan pendukung Anies juga beredar hasil survei yang disebut dilakukan kelompok independen. Hasilnya, Anies unggul secara nasional.

Kubu Anies hanya kalah di empat provinsi (Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan).

Selain membeludak di lapangan, survei live polling yang dilakukan sejumlah lembaga seperti ILC dan Kumparan, Anies juga selalu unggul.

Menurut Qodari, live polling lewat medsos atau WA itu tidak menggambarkan peta populasi sebenarnya. Juga, rawan dimobilisasi.

Lain halnya dengan survei metode ilmiah yang dilakukan Indo Barometer dan lembaga survei seperti SMRC, LSI, dan lainnya. ”Pengambilan sampel mewakili pemilih secara nasional,” ungkap Qodari.

Qodari ini pernah menginisiasi menduetkan Prabowo-Jokowi. Sebab, Jokowi sudah tak boleh nyapres. Keinginannya itu kini ”terpenuhi” dengan terwujudnya pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran.

Bergabungnya Gibran, klaim Qodari, membuat peta berubah. Awalnya elektabilitas Prabowo vs Ganjar seimbang. Keduanya mewakili kelompok puas ke Jokowi.

”Setelah Gibran gabung, Prabowo langsung unggul,” urai Qodari, memberikan alasan mengapa hasil survei lembaganya menempatkan Prabowo-Gibran paling atas.

Pencoblosan pilpres tinggal tiga bulan lagi. Hasil survei pun bakal dinamis. Tsunami politik bisa muncul setiap saat. Yakni, munculnya isu-isu politik yang bisa membuat suara seperti arus balik.

Kasus pilwali Surabaya terakhir juga menunjukkan adanya tsunami politik. Elektabilitas kedua calon, yakni Machfud Arifin dan Eri Cahyadi, berimbang.

Menjelang pencoblosan, beredar video yang isinya memojokkan Risma. Bahkan, cenderung mendiskreditkan mantan wali kota Surabaya yang juga kader PDIP itu.

Video tersebut justru membangun solidaritas para pendukung Risma. Menimbulkan rasa membela Risma yang berujung suara ke kubu Eri. Kubu Machfud Arifin pun terkena tsunami politik

Di Pilgub Jakarta juga muncul tsunami politik. Kasus penistaan agama yang membawa Ahok ke meja hijau juga membuatnya terkena badai.

Pilwali Pasuruan 2015 juga dilanda tsunami. Petahana Hasani berada di atas angin. Seminggu sebelum pencoblosan, salah seorang anak Hasani kena OTT narkoba. Suara Hasani langsung tergerus.

Apakah pilpres yang tinggal tiga bulan akan memunculkan tsunami politik?

Putusan MK yang kontroversial, yang meloloskan Gibran sebagai cawapres, juga seperti gempa yang berpotensi  menimbulkan tsunami. (*)

KPU Bangkalan