Opini

Pertanian Madura dalam Cengkraman Kapitalisme

×

Pertanian Madura dalam Cengkraman Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

Oleh: Moh. Khoirul Umam*

Pertanian Madura
Ilustrasi

Bisa jadi elit-elit lokal tersebut bagian dari rent seeking yang bukan hanya untuk mencari keuntungan dari hasil kerjasama dengan negara tetapi juga keuntungan dengan mekanisme pasar.

Jika melihat dua hal di atas, tulisan ini telah menyimpulkan bahwa distribusi pupuk subsidi dengan mekanisme penyaluran lewat kelompok tani menambah masalah baru ialah terhalanginya hak pemerataan dan lahirnya monopoli bisnis pupuk, serta munculnya penyalahgunaan pupuk subsidi di tingkat elit kelompok tani, elit desa dan lokal daerah.

Pertanyaan selanjutnya apa yang akan terjadi terhadap industri pertanian di Madura jika mekanisme-mekanisme tersebut berlanjut ?.

Barangkali untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan ini penulis perlu menggunakan teori alienasi Karl Marx. Menurut Marx, alienasi manusia bisa terjadi karena manusia tidak dapat merealisasikan dirinya secara bebas dan universal dalam bekerja.

Makanisme state kapitalisme di dalam industri pertanian sebagaimana digambarkan di dalam kehidupan sosio ekonomi maayarakat Madura telah mendorong alienasi atau pengasingan petani dari alam, di mana masyarakat petani dipaksa meninggalkan ruang pertanian karena faktor mekanisme pasar yang merugikan.

Disinilah rantai eksploitasi terhadap petani Madura terus berlanjut karena ketergantungan yang diciptakan lewat mekanisme state kapitalisme.

Dalam kondisi petani mengalami alienasi maka petani secara perlahan berubah dan beralih menjadi pekerja upahanan seperti buruh di kota-kota.

Fenomena alienasi petani Madura dalam beberapa tahun terakhir rasanya cukup menjadi contoh.

Banyak petani Madura berubah profesi menjadi buruh upahan dengan bekerja di pabrik dan sektor lain. Meski penulis tidak tahu pasti data megrasi penduduk berprofesi petani ke pekerja upahan di kota, tetapi secara faktual kondisi ini tergambarkan dari massifnya mobilitas penduduk Madura mencari kerja ke kota-kota besar seperti Bali, Jakarta, Tangerang dan Surabaya.

Nampaknya perubahan tersebut sepintas tidak secara langsung memberi dampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat Madura.

Namun bila direfleksi secara mendalam, perubahan sosial yang digambarkan menimbulkan retakan ekosistem sosial ekonomi pertanian di Madura.

Sebagai kesimpulan, penulis ingin katakan bahwa pertanian di Madura dalam beberapa tahu ke depan mungkin akan ditinggalkan dan kita akan melihat, hanya ada petani tua di Madura.

*Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya

KPU Bangkalan