Ekonomi

Sumenep Butuh Pasar Online

×

Sumenep Butuh Pasar Online

Sebarkan artikel ini

Catatan: Hambali Rasidi

Jasa Antar Sumenep
Jasa Kurir Sumenep

Ketika ancaman resesi global membayangi. Bupati Sumenep Achmad Fauzi bikin gebrakan: Berdayakan UMKM. Tapi Pasar Online untuk UMKM Masih Belum Terwujud.

****

Pasar Online untuk para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Sumenep belum terwujud seperti yang dicitakan Bupati Fauzi. Dalam pandangan Bupati Fauzi: untuk memberdayakan UMKM perlu perbaikan kualitas produk dan adanya
pasar. Yaitu pasar offline dan online untuk memajang hasil produksinya.

Soal modal usaha yang menjadi problem pelaku UMKM. Bupati Fauzi sudah menyediakan kredit Nol Persen untuk modal usaha UMKM. Penyalurannya lewat BPRS Bhakti Sumekar sebagai BUMD milik Pemkab Sumenep.

Pasar UMKM masih menjadi problem yang belum terurai. Pasar Offline yang diinisiasi Pemkab, seperti Mall UMKM dan Pasar Minggu-seminggu sekali belum terasa bagi ribuan pelaku UMKM. Yang dilakukan belum optimal untuk memberdayakan UMKM. Lebih tepatnya, penanggungjawab itu lelet. Tak fokus pada sasaran. Ibarat hasil diagnosa penyakit. Resep obat belum diracik maksimal. Juga belum maksimal diberikan sesuai anjuran diagnosa.

Sumenep UMKM Halal Hub yang digaungkan satu tahun lalu hanya ramai di kata-kata. Yang katanya bakal menjadi tempat konsultasi UMKM dalam penjualan online. Juga menjadi ruang sinergitas antar dinas. Ruang paguyuban UMKM dan Logistik Hub, serta packaging storage untuk pengembangan langsung produk UMKM Sumenep.

Pasar Online belum terwujud. Yang dimaksud Pasar Online di sini adalah: platform digital yang semua orang mudah mengakses produk-produk UMKM. Entah bermodel situs web dan versi aplikasi seluler. Yang pasti, semua produk UMKM di Sumenep ada lapak untuk jualan produk.

Saya takjub kepada pelaku jasa kurir di Sumenep. Mereka hadir tanpa modal. Tanpa sentuhan Pemkab. Hadir menjadi jembatan penghubung antar pelaku UMKM dan buyer via WhatsApp. Orang menggunakan jasa mereka dari mulut ke mulut. Via WhatsApp.

Sederhana tanpa ribet. Tanpa menghabiskan uang ratusan juta rupiah. Bisa menghidupi anak istri. Cukup bermodal hp dan kendaraan.

CEODE dan OTeWe. Dua jasa kurir
ini inisiasi perorangan. Bisa mempekerjakan banyak orang. Bisa menghasilkan pendapatan per orang tiap bulan di atas Rp 3 juta.

Selain di atas. Ada yang secara individu membuka jasa kurir. Salah satunya Umam. Pemuda asal Desa Kolor Kota Sumenep ini, tiap hari bisa mendapatkan penghasilan Rp 300 ribu dari jasa antar pesanan barang.

Para pelaku jasa kurir itu masih belum dilirik oleh Pemkab Sumenep untuk diientegrasikan dengan para pelaku UMKM. Pelaku UMKM kesulitan menjangkau pasar lebih luas untuk mencari pembeli karena tak ada Pasar Online. Selama ini para pelaku UMKM berkembang secara mandiri. Dari mulut ke mulut. Memasarkan sendiri via komunitas online. Baik di Grup-Grup WhatsApp dan Facebook serta Instagram.

Kesulitan menjangkau Pasar Online dirasa oleh Mama Ifa-pelaku UMKM sektor kuliner. Ibu Rumah Tangga asal Desa Pabian Kota Sumenep ini memiliki banyak menu masakan yang cukup diminati pembeli. Dia hanya memasarkan produknya di status Facebook dan WhatsApp.

“Kalau posting di status banyak yang pesan. Tapi kan umurnya sehari. Setelah itu ilang,” keluh Mama Ifa yang mengaku kesulitan memasarkan produknya via online.

Keluhan Mama Ifa ini mewakili ribuan pelaku UMKM di Sumenep dalam memasarkan produknya secara hemat. Banyak ibu rumah tangga yang ingin bertahan hidup dengan cara jualan rumahan. Hasil jualannya bisa di atas UMR Sumenep dalam sebulan.

Dalam hukum ekonomi, produksi dan market saling mendukung. Sebagus apa pun produknya, tanpa ada pasar-akan sia-sia. Juga sebaliknya. Pasar terbuka tapi kualitas produk kurang memperhatikan selera pasar, lambat laut akan lenyap. Ditinggal oleh buyer.

Pasar Online selaras di era yang serba digital. Pemkab Sumenep mestinya care terhadap situasi warganya di tengah bayang bayang resesi ekonomi global. Pelaku ekonomi sepakat: UMKM harus berdaya. Karena UMKM sebagai penyangga ekonomi bangsa. Sayang, peran UMKM kerap diabaikan. Pemerintah setengah hati memberdayakan.

Jumlah UMKM di Sumenep versi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP-Naker) yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) sebanyak 6.246 UMKM. Jika total keseluruhan jumlah UMKM Sumenep versi Bupati Fauzi mencapai 12.000 UMKM.

Jumlah UMKM itu tetap eksis. Mencari buyer secara mandiri. Tanpa banyak wacana. Sayang, buyer itu masih terbatas. Pelaku UMKM butuh Pasar Online (e-commerce). Perdagangan elektronik atau e-commerce diharap bisa menjangkau pasar lebih luas. Tapi mengurangi modal usaha.

Saat ini. Bulan Januari-Maret 2023. Bayang-bayang resesi global benar dirasakan banyak orang. Inflasi dan angka kemiskinan terus merangkak berdasar laporan bulanan Badan Pusat Statistik (BPS).

Sementara pemerintah masih berkutat pada angka di atas kertas. Tanpa melihat kondisi riil yang dialami masyarakat. Yaitu roda ekonomi melambat. Banyak sektor yang perlu diurai.

Dalam mengatasi inflasi. Pemkab Sumenep mengucurkan banyak program, salah satunya BLT. Baik yang bersumber dari Dana Desa. Juga dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT). Teranyar, CSR dari perbankan dalam operasi pasar murah.

Dalam pemberdayaan UMKM, OPD terkait masih sebatas memberi pelatihan, bantuan alat, mencipta pasar seminggu sekali, dan Mall UMKM. Efek program Wirausaha Santri tak jelas batang hidungnya. Tapi dianggarkan tiap tahun. (*)

KPU Bangkalan