Budaya

Habib NU dan Habib FPI

×

Habib NU dan Habib FPI

Sebarkan artikel ini
Habib NU dan Habib FPI

matamaduranews.com-Gelar habib disematkan dengan keturunan Rasulullah SAW. Mereka adalah turunan dari marga (keluarga) yang tersambung dengan Rasulullah Saw.

Untuk mengetahui siapa saja yang tercatat sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, ada Rabithah Alawiyah sebuah organisasi yang salah satu fungsinya adalah mencatat keturunan yang memiliki nasab langsung ke Nabi Muhammad SAW.

Rabithah Alawiyah berdiri pada tanggal 27 Desember 1928, dua tahun setelah NU berdiri.

Rabithah Alawiyah berdiri berdasarkan berdasar akta Notaris Mr. A.H. Van Ophuijsen No. 66 tanggal 16 Januari 1928 dan mendapat pengesahan dari pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1928 (1346 H), yang ditandatangani oleh GR. Erdbrink ( Sekretaris Pemerintah Belanda).

Untuk merealisasikan program-program Rabithah Alawiyah, beberapa waktu kemudian didirikan al-Maktab al-Daimi, suatu lembaga yang khusus memelihara sejarah dan mencatat nasab As-Saadah Al-Alawiyyin.

Maktab ini telah melakukan pencatatan di seluruh wilayah Hindia Belanda Raya. Pada tanggal 28 Januari 1940, jumlah Alawiyin yang tercatat oleh Maktab Daimi berjumlah 17.764 orang atau ada 151 marga segaris keturunan Nabi yang masih ada di dunia, termasuk Indonesia.

Dari marga ini, ada sejumlah nama yang kurang dikenal seperti Al Tuwainah, Al bin Sumaithon atau Al Quthhan.

Marga yang familiar adalah fam Assegaf, Al-Idrus, Alaydrus, Shihab, Shahab, Jamalullail,  Al-Hadi, Al-Qadri, Mutahar, Bin Syech Abubakar, Tarbeh, Baabud, Al-Habsyi, Bachsin dll.

Di antara marga familiar itu, ada juga yang berkecimpung di dunia enterteintmen, antara lain Syarifah Andi Soraya yang mengaku fam Assegaf asal kalimantan.

Juga Syarifah Aqtiqoh Hasiholan Al-Hadi, puteri Ratna Sarumpaet. Tidak kalah populer juga Syarifah Naysila Amir Al-Haddad yang disingkat Nana Mirdad, puteri artis gaek Habib Jamal Amir Al-Haddad yang kerap disingkat Jamal Mirdad.

Namun yang lebih  populer dari semua Habib dan Syarifah di atas adalah Habib Muhammad Rizieq Shihab yang dijuluki sebagai Imam Besar Umat Islam (FPI) oleh para muhibbinnya.

Habib Rizieq Shihab terkenal sejak berakhirnya Orde Baru karena terlibat dalam sejumlah aksi dan orasi yang kontroversial, misalnya seruan menyerbu Masjid Ahmadiyah dan memimpin aksi 212.

Selain Habib Rizieq Shihab, saat ini rakyat indonesia terutama Nahdliyyin tidak asing dengan nama besar Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan. Tokoh Thariqat dan muslim moderat yang sangat dihormati oleh kaum Nahdliyyin.

Untuk lebih lengkapnya, berikut daftar nama Habib dan Syarifah yang terkenal di Indonesia :

  1. Habib Quraish Shihab, ulama tafsir;
  2. Syarifah Najwa Shihab, presenter;
  3. Habib Alwi Abdurrahman Shihab, Menko Kesra RI 2004-2005 dan Menteri Luar Negeri RI 1999-2001;
  4. Habib Ali Alatas, Menteri Luar Negeri RI 1988-1999;
  5. Habib Hamid Al-Qadri, penemu lambang negara RI Garuda Pancasila;
  6. Habib Muhammad Husein Mutahar, Pj Sekjen Departemen Luar Negeri RI 1974, pencipta hymne syukur dan hymne pramuka, pencipta Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka RI);
  7. Habib Utsman Bin Yahya, Mufti Betawi Pemerintahan Hindia-Belanda;
  8. Habib Mundzir Al-Musawwa, pendiri Majelis Rasulullah;
  9. Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf, pendiri Majelis Sholawat Ahbabul Musthofa;
  10. Syarifah Arumi Bachsin, artis sekaligus isteri Wakil Gubernur Jatim Dr H Emil Elistianto Dardak.

Sejarah Habib dan Syarifah

Sejarah gelar Habib dan Syarifah tidak berawal dari bumi indonesia, tapi berawal dari bumi leluhur Wali Songo, yaitu Hadramaut Yaman.

Gelar Habib dan Syarifah lahir di sana, kemudian berkembang di pantai Afrika Timur dan Hindia Belanda.

Namun, tidak ada satu pun sumber sejarah otoritatif yang menyebutkan kapan gelar ini pertama kali digunakan di Hadramaut. Dan siapa yang pertama kali menggunakannya.

Sebab, para keturunan Fathimah Az-zahra ra di Hadramaut sebelumnya bergelar Sayyid dan Syarif. Sebelum itu beliau bergelar Imam.

Leluhur para Habib dan Syarifah Indonesia adalah Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir I. Beliau lahir kira-kira tahun 873 di Basrah Irak, pada masa kekuasaan Khalifah Al-Mu’tamid dari Dinasti Abbasiyah.

Pada saat oImam Ahmad bin Isa dilahirkan, Kota Bashrah sedang dikuasi oleh Kaum Zanj, yaitu kaum budak Afrika yang memberontak terhadap Dinasti Abbasiyah.

Pada masa Dinasti Abbasiyah, pemerintah banyak memiliki divisi budak dari berbagai etnis, seperti Turki, Kurdi, India, China dan Afrika (Zanj).

Budak-budak dari Turki kemudian menduduki strata tertinggi setelah mereka berhasil masuk dan mengendalikan sepenuhnya istana Khalifah.  Adapun Zanj, menempati strata terendah.

Kehidupan Imam Al-Muhajir I semenjak muda hingga dewasa diwarnai dengan guncangan-guncangan sosial politik di Bashrah secara khusus dan di seluruh wilayah negara Abbasiyah secara umum.

Mulai dari revolusi negro tahun 225 M hingga revolusi Syi’ah Ismailiyah Qaramithah, sebuah sekte Syiah yang dipimpin oleh Yahya bin Mahdi di Bahrain.

Dia dengan para pengikutnya bekerja keras untuk membiuskan paham-paham ke semua lapisan masyarakat dan menggunakan situasi guncang akibat revolusi negro dan fitnah Khawarij untuk memepercepat pertumbuhan dan  perkembangan mereka.

Syiah Ismailiyah Qaramithah (Sekte 7 Imam) adalah penguasa Arabia Timur sejak tahun 1899 dengan Ibu Kota Al- Hasa Bahrain.

Mereka satu sekte dengan Dinasti Fathimiyah Mesir, yaitu sama-sama sekte Ismailiyah. Hanya saja Dinasti Fathimiyah menolak ajaran 7 Imam versi Qaramitah.

Sekte Qaramitah yang sangat memuja mistisisme (aliran kebathinan) ini sangat radikal dan revolusioner, bahkan cenderung brutal.

Tahun 900 M mengalahkan militer Abbasiyah. Tahun 902 M mengepung Damaskus. Tahun 906 M membantai 20.000 jamaah haji. Tahun 911 M menguasai San’a dan Janad. Pada tahun 927 M, menyerbu Ibu Kota Negara Abbasiyah di Baghdad.

Pada tahun 928 M, memproklamirkan negara Qaramithah Darul Hijrah. Ttahun 929 M kembali membantai jamaah haji dan mencuri Hajar Aswad. Tahun 931 M menyerbu Kufah.

Pada tahun 951 M mengembalikan hajar aswad ke ka’bah dengan jumlah tebusan sangat besar. Tahun 972 M menyerbu Dinasti Fathimiyah di Cairo. Tahun 974 M, menyerang Dinasti Fathimiyah di Ain Syams.

Pada tahun 976 M, mengalami kekalahan terhadap militer Abbasiyah dan tahun 1067 menyerah kepada Abdullah Bin Ali Al-Uyuni yang dibantu oleh Miter Dinasti Turki Seljuk. Abdullah Bin Ali Al-Uyuni kemudian mendirikan Negara Uyuni di bekas wilayah negara Qaramithah.

Pada saat Negara Teror Ismailiyah Qaramithah sedang merajalela  di seluruh wilayah Abbasiyah, Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir, leluhur para Habib dan Syarifah, memutuskan untuk hijrah meninggalkan kota Basrah.

Beliau dan rombongan keluarga besarnya melakukan hijrah pada tahun 929 M bertepatan dengan tahun pembantaian Jamaah Haji dan perebutan Hajar Aswad oleh Negara Qaramithah.

Imam Al-Muhajir I adalah keturunan Rasulullah yang tidak mengikuti faham syiah, beliau cenderung pada faham Ahlussunnah Wal Jamaah yang lahir pada tahun 912 M. Beliau lahir di tengah-tengah teror Qaramithah.

Posisinya yang tidak menganut faham Syiah terancam. Mengingat Syiah waktu itu mulai menguasai Ibu Kota Negara Abbasiyah.

Tercatat ada tiga kelompok Syiah yang sangat kuat saat Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir memutuskan untuk hijrah, yaitu Dinasti Buwaih, Dinasti Fathimiyah dan Dinasti Qaramithah. Dinasti Buwaih kemudian berkuasa secara resmi di Irak 4 tahun setelah Imam Al-Muhajir I hijrah.

Setibanya di Hadramaut, Imam Al-Muhajir I harus berhadapan dengan masyarakat Hadramaut yang waktu itu mayoritas menganut sekte Khawarij, satu sekte dengan masyarakat Oman.

Sekte Khawarij adalah sekte radikal yang terkenal dengan tokoh Ibnu Muljam sang pembunuh Khalifah Ali Bin Abu Thalib ra. Imam Al-Muhajir I melakukan pendekatan persuasif dengan penuh sopan-santun sehingga masyarakat khawarij hadramaut beralih teologi ke Ahlussunnah Wal Jamaah.

Diaspora Bani Muhajir

Keturunan Imam Al-Muhajir I kemudian berdiaspora ke seluruh dunia terutama pantai Afrika Timur dan pantai India Barat.

Dari pantai India Barat mereka mereka berdiaspora ke Asia Tengah bahkan ke China. Dari China dan India barat mereka bertemu di Campa (Cambodia dan Vietnam). Dari Campa mereka berdiaspora ke seluruh wilayah nusantara (NKRI).

Tentu saja alur diaspora yang saya tulis ini hanya satu versi, masih banyak versi lain tentang diaspora keturunan Imam Al-Muhajir I. Saya sengaja mengambil versi yang paling mainstream.

Diaspora keturunan Imam Al-Muhajir I ini pada awalnya bergelar Sayyid dan menyandang nama keluarga atau fam Azmatkhan dan Basyaiban.

Sesampainya  di tanah rantau mayoritas mereka hilangkan gelar sayyid dan nama keluarga tersebut. Mereka lebih memilih gelar lokal tanah rantau seperti Kiai, Tubagus, Ajengan, Raden dan sebagainya.

Penghilangan gelar Sayyid merupakan strategi canggih dalam dakwah Islam di tanah rantau Bani Muhajir.

Hampir seluruh Sultan, Sunan, Kiai, Ajengan, Tuan Guru, Tubagus dan Raden di Indonesia merupakan keturunan Imam Al-Muhajir I.

Sedangkan Imam Al-Muhajir I merupakan keturunan ke-10 dari Fathimah Az-zahra ra. Fathimah Az-zahra ra adalah salah satu puteri Rasulullah SAW yang keturunannya dimuliakan dengan berbagai style oleh kaum Syiah dan sebagian kaum Sunni.

Generasi Habib

Setelah generasi Imam dan generasi Sayyid berubah gelar jadi Sunan, Sultan, Raden, Kiai, Ajengan, Tubagus, Tuan Guru dan sebagainya. Baru datang rombongan diaspora gelombang terakhir.

Rombongan diaspora Bani Muhajir I gelombang terakhir ini sudah tidak bergelar Sayyid lagi. Mereka bergelar Habib dan dibelakang nama mereka menempel nama keluarga atau fam.

Di antaranya fam Assegaf, Al-Idrus, Alaydrus, Shihab, Shahab, Jamalullail,  Al-Hadi, Al-Qadri, Mutahar, Shihab, Shahab, Bin Syech Abubakar, Tarbeh, Baabud, Al-Habsyi, Bachsin dll.

Tradisi NU dan Thariqah Alawiyah

Nahdlatul Ulama pada awal kelahirannya dijuluki sebagai “hadramautisme”  oleh Belanda. Sebab, para warga NU sangat menghormati para Bani Muhajir Hadramaut, baik yang bergelar Sayyid, Sultan, Raden, Kiai, Ajengan, Tubagus, Tuan Guru maupun yang bergelar Habib.

Doktrin NU tentang penghormatan tersebut sangat kuat dan mengakar.

Diaspora Bani Muhajir gelombang I (Azmatkhan) dan gelombang II (Basyaiban) tidak masuk dalam pembukuan nasab ala Rabithah Alawiyah, mungkin karena Diaspora Gelombang I dan gelombang II dinilai sudah tidak murni lagi. Terlalu banyak melakukan kawin campur dengan pribumi nusantara.

Fenomena Baru NU

Entah bagaimana asal mulanya, fenomena baru muncul di tubuh NU. Beberapa pimpinan NU sudah tidak segan lagi adu argumentasi dengan kelompok diaspora gelombang terakhir atau biasa disebut Alawiyyin atau Ba’Alawy atau Habaib.

Bisa kita lihat di Youtube bagaimana para pemimpin dan tokoh NU sejak KH Abdurrahman Wahid hingga KH Said Aqil Siradj kerap berbalas pantun dengan para Habaib, yang paling keras adalah adu argumentasi antara KH Abdurrahman Wahid (Bani Muhajir Gelombang I) dengan Habib Rizieq Shihab (Bani Muhajir Gelombang III).

Habib NU dan Habib FPI

Pada tanggal 17 Agustus 1998 Habib Rizieq Shihab  yang diduga mendapat back up penuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) mendirikan Front Pembela Islam yang selanjutnya disingkat FPI.

Banyak Habaib yang bergabung dengan FPI. Begitu lahir FPI langsung menjadi salah satu organ Pam Swakarsa bentukan Panglima ABRI Jenderal Wiranto untuk mengamankan Sidang Istimewa MPR RI 1998.

Sejarah mencatat bahwa Pam Swakarsa kemudian terlibat bentrok berdarah dengan elemen gerakan reformasi yang terkenal dengan tragedi semanggi I.

Pasca tragedi semanggi, FPI terus menerus terlibat dalam menumpas nahi munkar.

Karena FPI terlihat berbeda style dengan NU, maka sebagian Habib memilih tetap aktif di NU. Tidak ikut terlibat dalam FPI, dan sebagian habib lainnya memilih tidak aktif keduanya.

Habib yang aktif di NU antara Habib Luthfi Bin Yahya dan Habib Zein Bin Smith, beliau berdua ada di jajaran Mustasyar PBNU. Penampilan Habib-Habib NU rata-rata lembut, tenang dan tidak berapi-api, mereka berlanggam moderat.

Titik Temu, Sekaligus Titik Pisah

Titik temu antara Bani Muhajir Gelombang I, II dan III sebetulnya sangat kuat. Yaitu titik temu genealogis, sesama keturunan Fathimah Az-zahra ra dan titik temu teologis, yaitu sama-sama menganut teologi Ahlussunah Wal Jamaah.

Namun kedua titik temu tersebut kemudian menjadi titik pisah karena para Bani Muhajir gelombang III memunculkan Thariqah Alawiyah dan FPI.

Sedangkan Bani Muhajir gelombang I dan II memunculkan Ahlusunnah Wal Jamaah An-Nahdliyyah dan Islam Nusantara.

Kita ikuti saja perkembangannya, mereka sama-sama Bani Fathimah Az-zahra ra. (firman syah ali)

KPU Bangkalan