Kenapa Cak Imin begitu pede bisa merebut suara warga NU di Pilpres 2024? Sampai ia abaikan segalanya agar     bisa jadi cawapres.
matamaduranews.com–INGAT dawuh alm Gus Dur. “Orang NU harus jadi gubernur. Jadi Menteri. Jadi Presiden. Jadi Polisi. Jadi Tentara. Jadi Bupati,”
Ketika itu tahun 1996. Gus Dur diundang untuk mengisi acara di Pesantren Mahasiswa Wonocolo, Surabaya. Gus Dur melihat potensi NU tapi dinikmati orang lain. Dibutuhkan saat ada hajat politik.
“Warga NU harus punya saluran politik. Organisasi NU tak boleh berpolitik. NU harus melahirkan partai politik sebagai saluran warga NU,” dawuh Gus Dur menambahkan.
Tahun 1996. Rezim orde baru berkuasa. Mustahil NU membuat partai politik. Sistem pemilu hanya membatasi tiga partai politik. Golkar, PPP dan PDI yang bisa mengirim wakilnya ke parlemen setiap pemilu.
Sedangkan warga NU yang bertebaran hanya ditarik-tarik oleh elit ketiga parpol setiap pemilu. Karena itu, di era kepemimpinan Gus Dur. PBNU mengambil jarak dengan politik praktis. Gus Dur melakukan gerakan politik civil society. Penguatan arus bawah.
Ketia reformasi bergulir. Sistem demokrasi membuka kran partai politik. PBNU melahirkan PKB. Ketika itu Gus Dur menyampaikan saluran politik warga NU sudah ada, yaitu PKB. Itu kenapa PBNU perlu melahirkan partai politik bernama PKB. Sebagai penegas pembeda gerakan, tutur Gus Dur.
“PBNU mengurus umat. PKB mengurus politik warga NU,” dawuh Gus Dur dikutip banyak media waktu awal kelahiran PKB.
Namun dalam dinamika kehidupan demokrasi tak memungkinkan menampung berbagai potensi warga NU dalam satu wadah parpol bernama PKB. Warga NU akhirnya berpencar. Aktif di parpol di luar PKB.
Pesan Gus Dur dalam tulisan di awal tak bisa ditelan mentah-mentah. Perlu pemahaman lebih jauh bahwa potensi warga NU berceceran. Tak ada yang menampung. Pesan tersirat Gus Dur adalah warga NU harus bisa menjadi ini dan itu. Dan warga NU harus ada di mana-mana.
Begitu pun dalam berpolitik. Mustahil segala potensi warga NU yang berceceran itu bisa disalurkan dalam satu pintu PKB. Kendati demikian, arus besar suara warga NU masih dinikmati PKB.
Hal itu dibuktikan dengan jumlah perolehan kursi parlemen PKB di basis-basis NU. Indikator itu terlihat di provinsi Jatim dan Jateng sebagai lumbung warga NU.
Warga NU dan PKB telah lama merajut kemesraan. Tak terhitung berapa yang dinikmati PKB. Begitu pun berapa yang dinikmati warga NU sejak PKB berdiri.
Lewat wakil PKB di parlemen. Warga NU bisa dirawat. Saat tertentu mereka bisa menggerakan vote getter warga NU. Dari berbagai hasil survei. Penyaluran politik warga NU mayoritas ke PKB. Sisanya tersebar ke sejumlah parpol.
Itulah mesin politik Cak Imin. Sebagai ketua PKB. Suara warga NU bisa digerakkan melalui vote getter. Sel sel politik arus bawah NU cukup diselesaikan lewat anggota parlemen PKB dari berbagai jenjang.
Karena itu, Cak Imin begitu pede bisa meraup suara mayoritas warga NU dalam Pilpres 2024. Lewat gerbong PKB. Mayoritas warga NU bakal disapu melalui anggota parlemen PKB. Kalau pun terlewat dari sapuan itu. Sekitar 60% warga NU tetap ke PKB.
Namun Cak Imin alfa. Atau tak banyak mengerti jika tak semua wakil parlemen PKB mengikuti instruksi-nya. Yang bisa merawat dan bisa menggerakkan vote getter saat dibutuhkan.
Identifikasi dan deteksi bisa dibaca lewat letupan-letupan kekecewaan pemilih PKB. Mereka itu sudah berdarah-darah ikut membesarkan PKB. Tapi dibalas dengan cuek bebek.
Cak Imin Harus Ngerti sebelum budal. (hambali rasidi)