Opini

Tafsir Pembakaran Bendera Kalimat Tauhid di Garut

×

Tafsir Pembakaran Bendera Kalimat Tauhid di Garut

Sebarkan artikel ini
Kurniadi, YLBH Madura
Kurniadi, SH: Pembina YLBH Madura berjanji mengawal Pilkades seretan di Sumenep berjalan tanpa diskriminasi.

Oleh: Kurniadi, SH*

Gonjang-ganjing pembakaran bendera bertuliskan kalimat suci Tauhid, yang dilakukan oleh oknum Banser pada acara HSN di alun-alun Limbangan Garut Jabar pada hari Senin (22/10/2018), berusaha dibenarkan dengandua alasan berikut:

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Pertama, para pelaku tidak bersalah karena perbuatannya bertujuan untuk melindungi kalimat suci, yaitu agar bendera tersebut tidak kena injak di jalanan. Menurut doktrin, kepentingan seperti ini diperbolehkan dan (bahkan) wajib.

Kedua, para pelaku tidak salah karena yang dibakar adalah Bendera/Simbol Ormas yang dilarang (HTI). Untuk kepentingan ini pun, doktrin membenarkan.

Metode tafsir yang dipakai Ansor di atas nampaknya diambil alih dan dipakai sebagai metode tafsir Penyidik Polda Jabar, yang menyatakan bahwa tidak ada Mens rea/ niat jahat Si Pelaku. Karena, terutama perbuatannya didasarkan untuk membakar Bendera HTI yang dianggap Ormas Terlarang. Selain alas an bahwa para Pelaku bermaksud menegakkan aturan tentang tidak bolehnya membawa bendera apapun kecuali Merah-Putih dalam acara tersebut.

Lalu, pertanyaannya adalah, apakah perbuatan para pelaku memenuhi kualifikasi sebagaimana dalil yang dipakai?

Bahwa untuk mengujinya, terlebih dulu diajukan pertanyaan mengenai faktanya. Yaitu:

  1. Benarkah perbuatan tersebut bertujuan melindungi kalimat suci?
  2. Benarkah Bendera yg dibakar tersebut adalah Bendera milik HTI?

Bahwa dilihat dari gambar video, sangat tampak sekali para pelaku berada dalam suasana kegembiraan yang luar biasa, baik pada saat maupun setelah melakukan perbuatannya. Yaitu seolah-olah baru menang perang melawan HTI. Euforia mana lalu diikuti oleh nyanyi-nyanyian penyemangat dan berjingkarak-jingkrak.

Keadaan wajah dan sikap para pelaku juga sama sekali tidak menunjukkan adanya rasa keprihatinan dan hormat pada Bendera Kalimat Tauhid.

Pula, kalau untuk kepentingan menyelamatkan dan, atau menghormati tulisan Kalimat Tauhid tersebut bukankah ada cara yang lebih terhormat? Bukankah bendera tersebut hanya terbuat dari kain yang mudah saja untuk dilipat dan kemudian disimpan?

Bahwa dengan demikian, alasan menyelamatkan bendera Kalimat Tauhid adalah alasan yang illutif dan bohong besar, dan/atau, alasan yang mencerminkan pemakainya sebagai pribadi rendah dan hina-dina, karena berusaha lari dari tanggung jawab dengan memakai alasan bohong.

Dengan demikian pula, pembenaran atas perbuatan Para Pelaku menggunakan dalil tujuan menghormati Kesucian Kalimat Tauhid, adalah TIDAK BERALASAN, dan alasan ini wajib ditolak.

Serta menjadikan alasan bahwa  yang dibakar adalah Bendera HTI sebagai alasan pembenar,  dihubungkan dengan bukti bahwa ternyata HTI tdk memiliki bendera, atau yang dibakar ternyata bukan bendera HTI. Maka alasan ini pun jauh dari kebenaran, dan karenanya, dapat digolongkan sebagai berita atau pernyataan hoax.

Sehingga, terhadap para pelaku pembakaran Bendera Tauhid, dapat diterapkan tiga jenis kriminal secara alternatif, yaitu:

  1. Penistaan Agama;
  2. Membuat Berita hoax, dan:
  3. Membikin Gaduh;

 

Salam Damai, Sotara !!!!;

Cangkarman, 25/10/2018

 

(*Penulis ialah Advokat, tinggal di Cangkraman, Bluto, Sumenep

KPU Bangkalan