MataMaduraNews.com, SUMENEP – Pengaruh modernisasi tidak hanya berdampak pada satu sisi kehidupan saja, melainkan hampir di semua sektor, baik budaya maupun pendidikan.
Hal itu memancing semua elemen untuk turut memagari dan melestarikan budaya di masing-masing daerah di Negara Indonesia ini.
Seperti dilakukan Ketua TP PKK Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur dengan mengadakan Seminar Tata Rias Pengantin Khas Keraton Sumenep, Minggu (15/05), di Pendopo Agung Keraton setempat.
Menurut Ketua TP PKK Sumenep, Nurfitriana Busyro Karim, kegiatan tersebut sengaja digelar semata-semata untuk menjaga keaslian rias pengantin warisan leluhur kabupaten ujung timur pulau Madura ini.
Diakui, di era global kini memang perlu ada semacam trasformasi pengetahuan dari sesepuh ke generasi muda melalui kegiatan semacam itu.
Sebab jika tidak demikian, maka kebudayaan yang ada, khususnya dalam persoalan rias pengantin, akan gugur dengan sendirinya.
“Tujuan kegiatan ini adalah untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan budaya Sumenep agar tidak tergerus oleh budaya asing,†kata Ketua TP PKK Sumenep, Nurfitriana Busyro Karim, ketika sambutan.
Oleh sebab itu, lanjut Bunda Fitri, dalam seminar tersebut pihaknya mendatangakan budayawan asli Sumenep seperti Taufiq dan D. Zawawi Imron.
Alasannya, keduanya diyakini sama-sama memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang kebudayaan Sumenep, mulai dari rias pengantin, cara bertutur kata dan banyak hal tentang beberapa falsafah hidup orang Madura.
Sementara itu, ada tiga ciri khas rias pengantin Sumenep yang menjadi materi utama dalam seminar dan praktik tata rias di acara tersebut.
Yakni Paes Leghe, Paes Keputren, dan Paes Lilin.
“Tiga macam rias pengantin tersebut merupakan warisan Keraton Sumenep yang disadari sudah jarang dipakai oleh para perias muda di Sumenep,†jelas salah satu pemateri.
Sedangkan dalam sejarahnya, ketiganya sama-sama ditampilkan ketika mengadakan pesta perkawinan. Misalnya Paes Leghe digunakan pada malam pertama, Paes Keputren diperagakan di malam kedua, dan Paes Lilin ditampilkan di malam ketiga.
“Karena biasanya orang Sumenep dulu kalau mengadakan pesta perkawinan digelar selama tiga hari tiga malam,†tandasnya. (yon/rfq)